Ternyatamasyarakat kampung ini juga turut melestarikan kebudayaan sunda. Balai pertemuan ini selain untuk kumpul warga juga digunakan untuk latihan kesenian sunda. Banyak manfaat yang didapatkan dari kunjungan ke Kampung Cirendeu. Selain bisa sebagai objek wisata, kita juga bisa mendapatkan ilmu mengenai kearifan lokal dan lebih menghargai
Cimahi - Bahasa Sunda mulai terkikis di tempatnya sendiri. Dari tahun ke tahun pengguna bahasa Priangan di Jawa Barat itu menurun terutama di kalangan anak-anak data Badan Pusat Statistik BPS Jawa Barat dalam dokumen bertajuk Hasil Long Form Sensus Penduduk 2020, sekitar 30 persen warga Jabar sudah tidak menggunakan lagi bahasa generasi, BPS mencatat generasi Pre Boomer lahir 1945 dan sebelumnya masih cukup tinggi menggunakan bahasa daerah dengan persentase 84,73%, kemudian Baby Boomer lahir 1946-1964 79,90%, Millenial 1981-1996 73,92%, Gen Z 1997-2012 72,44%, dan Post Gen Z 2013-sekarang 63,99%. Upaya melestarikan bahasa Sunda menjadi tanggungjawab bersama. Setidaknya itu yang saat ini terus dilakukan oleh sesepuh dan masyarakat di Kampung Adat Cireundeu."Semua pihak sebetulnya bertanggungjawab melestarikan bahasa Sunda. Tanggung jawab itu juga kan karena banyak yang sudah lupa akar kesundaan mereka," ujar Ais Pangampih Kampung Adat Cireundeu, Abah Widiya saat berbincang dengan detikJabar, Senin 6/3/2023.Bocah-bocah di Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, masih menggunakan bahasa Sunda sebagai ujaran dalam keseharian mereka. Antara sesama pun dengan Sunda yang diujarkan, tentunya menyesuaikan dengan lawan bicara mereka. Misalnya kata Abah Widi, saat bocah-bocah berbicara dengan teman main mereka maka bahasa Sunda kasar yang digunakan."Kalau sama sesama ya sebetulnya tidak masalah kan menggunakan bahasa Sunda kasar, tapi bukan berarti kata-kata kasar yang dipakai. Kalau sama orangtua, pastinya sambil diajarkan bahasa Sunda lemes halus yang dipakai," ujar Abah di Kampung Adat Cireundeu Foto Yuga Hassani/detikJabarSeperti saat Abah Widi berbincang dengan cucunya. Ia tak pernah absen menggunakan bahasa Sunda, bahasa yang menjadi identitas budaya orang-orang Jawa Barat."Abah dengan anak, cucu, siapapun pasti ngomongnya ya bahasa Sunda, kecuali dengan mahasiswa yang penelitian. Kalau mereka bisa bahasa Sunda lebih bagus, tapi kalau nggak kan jangan dipaksakan. Tapi anak cucu abah, sudah diwajibkan untuk menggunakan bahasa Sunda setiap hari," ucap Abah Bahasa Sunda Mulai TerkikisAbah Widi tak menutup mata kalau bahasa Sunda mulai terkikis. Penuturnya mulai berkurang. Saat ini, hanya orang-orang tua serta anak-anak di perkampungan saja yang masih menjadi penutur setia bahasa Sunda dalam itu, kata Abah Widi, juga terjadi karena wilayah Kota Cimahi khususnya banyak ditinggali pendatang. Merujuk pada peribahasa 'Dimana Bumi Dipijak Disitu Langit Dijunjung', seharusnya pendatang yang tinggal di Cimahi mau susah payah belajar bahasa Sunda."Kenyataannya kan nggak begitu, justru orang pribumi Cimahi yang kemudian mengalah menggunakan bahasa Indonesia agar bisa berkomunikasi. Sementara mereka pendatang tidak pernah belajar bahasa Sunda. Kalaupun tahu satu dua kata bahasa Sunda, itu yang kasar. Misalnya maneh, sia, jurig, sedangkan untuk komunikasi kan terbatas," ujar Abah hal itu juga, Kampung Adat Cireundeu yang rutin menggelar kegiatan bertema kebudayaan dan ritual, senantiasa menggunakan bahasa Sunda dalam praktiknya."Sunda itu bukan suku, bukan budaya, bukan hanya adat, tapi Sunda itu identitas. Orang-orang Jawa Barat itu Sunda, maka mereka harus bangga dan bertanggungjawab menjaga apapun soal Sunda. Makanya di Cireundeu ini, kan setiap kegiatan selalu diawali dengan bahasa Sunda, paling sederhana itu Sampurasun," kata Abah Widi. yum/yum
SementaraKampung Adat Cireundeu dalam bahasa Sunda sendiri berasal dari nama pohon reundeu yang dulu banyak ditemukan dalam kampung adat tersebut. Daya Tarik Kampung Adat Cireundeu Sebagai salah satu kampung wisata di Bandung, daya tarik utama Kampung Adat Cireundeu terletak pada Hutan Larangan dan Hutan Tutupan yang sekaligus menjadi kawasan hutan lindung.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kampung cireundeu merupakan kampung yang melestarikan semua adat dan juga kepercayaan nenek moyang jaman dahulu. Kampung cireundeu menganut agama suku yaitu Sunda Wiwitan. Kepercayaan ini mengajarkan untuk selalu melestarikan budaya dan adat istiadat. Dengan sosial seperti itu, hal tersebutlah yang menjadi daya Tarik bagi pengunjung dan wisatawan untuk berkunjung ke tempat ini, dimana masyarakat Kampung Adat Cireundeu memiliki konsep kampung adat yang selalu diingat sejak zaman seperti halnya agama suku lain, Sunda wiwitan sangat menerima yang Namanya dunia Modern, namun tidak meninggalkan nilai-nilai luhur dalam diri mereka, dimana para penganut agama sunda wiwitan memakai alat-alat rumah tanggga yang berasal adri teknologi. Di kampung cireundeu ini sendiri melestarikan adat leluhurnya yakni makanan pokok yang mereka konsumsi bukanlah nasi dari beras melainkan nasi dari singkong. Kampung ini berada di daerah Cimahi Jawa Barat. Dokpri Agama suku "Sunda Wiwitan" memiliki prinsip ataupun pengajaran agama "Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman" arti kata dari "Ngindung Ka Waktu" ialah kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing. Sedangkan "Mibapa Ka Jaman" memiliki arti masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman akan tetapi mengikutinya seperti adanya teknologi, televisi, alat komunikasi berupa hand phone, dan penerangan. Dokpri Masyarakat yang berada di Kampung cireundeu ini punya konsep kampung adat yang selalu diingat sejak zaman dulu, yaitu suatu daerah itu terbagi menjadi tiga bagian, yaituLeuweung Larangan hutan terlarang yaitu hutan yang tidak boleh ditebang pepohonannya karena bertujuan sebagai penyimpanan air untuk masyarakat adat Cireundeu khususnya. Leuweung Tutupan hutan reboisasi yaitu hutan yang digunakan untuk reboisasi, jadi hutan tersebut dapat dipergunakan pepohonannya namun masyarakat harus menanam kembali dengan pohon yang Baladahan hutan pertanian yaitu hutan yang dapat digunakan untuk berkebun masyarakat adat Cireundeu. Biasanya ditanami oleh jagung, kacang tanah, singkong atau ketela, dan umbi-umbian, dan pada umumnya lebih dominan menanam Singkong yang merupakan makanan pokok di kampung ini. Makanan pokok yang terbuat dari singkong ini disebut dengan nama "Rasi" yang mereka olah sendiri sebagai bahan pangan. Sekian Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
menggunakanbahasa sunda, di Cireundeu diajarkan aksara sunda seperti dari Ha-Na-Ca-Ra-Ka-Da-Ta-Sa-Wa-La terus ada kesenian sundanya. Opini Menurut Seksi Pariwisata dan Budaya (2010), masyarakat adat Kampung Cireundeu berpedoman pada prinsip hidup yang mereka anut yaitu: "Teu
NUBANDUNG - Berada di daerah Leuwigajah, Kampung Adat Cireundeu merupakan salah satu kampung wisata tradisional di Bandung. Keberadaan berbagai kampung wisata tersebut mampu menghadirkan budaya serta seni lokal tradisional khas Sunda. Wisata yang kian populer serta banyak dikunjungi peminatnya tersebut bisa kamu temukan di beberapa daerah di saja Kampung Adat Cikondang, Kampung Kreatif Dago Pojok, Ekowisata Bambu Cipaku dan lainnya. Sementara Kampung Adat Cireundeu dalam bahasa Sunda sendiri berasal dari nama pohon reundeu yang dulu banyak ditemukan dalam kampung adat salah satu kampung wisata di Bandung, daya tarik utama Kampung Adat Cireundeu terletak pada Hutan Larangan dan Hutan Tutupan yang sekaligus menjadi kawasan hutan lindung. Warga adat Cireundeu yang terdiri dari 70 kepala keluarga sangatlah menjaga Hutan Larangan atau hutan sakral seluas 30 hektar tersebut, antara lain dengan tidak mengganggu ataupun merusak Dijadikan Sebagai Hutan PertanianSementara kedua hutan lain yang ada dalam kawasan Kampung Adat Cireundeu, yaitu Leuweung Tutupan merupakan hutan reboisasi yang pepohonannya boleh dipakai namun mesti ditanam pohon pengganti dan Leuweung Baladahan merupakan hutan pertanian yang dipakai buat berkebun oleh warga Sebagai Sumber Air AlamiWarisan tata wilayah sakral Hutan Larangan, Hutan Tutupan serta Babadahan dari leluhur mereka anggap sebagai konsep ideal guna menjaga keseimbangan alam yang wajib dijaga. Warga tidak pernah ikut campur dalam pengelolaan Hutan Larangan atau biasa disebut gentong bumi tempat menyimpan air oleh orang membiarkan apa yang tumbuh di dalam hutan terus bertumbuh, dengan begitu air tidak bakal berlebih saat musim hujan ataupun kekurangan air saat musim Hanya Orang Tertentu yang Bisa Masuk Hutan LaranganTidak seorangpun diizinkan masuk ke dalam Hutan Larangan, kecuali apabila kondisi habitatnya mengalami kerusakan. Itupun cuma terbatas sesepuh atau orang yang dituakan yang boleh masuk dengan syarat puasa mutih. Mereka akan melihat tanaman pengganti mana yang bisa ditanam menggantikan tanaman yang netepkeun kawilayahan sendiri terakhir dilakukan saat terjadi pembalakan liar tahun 2008 silam yang mengakibatkan kerusakan pada Hutan Kampung Adat CireundeuSaat mengunjungi kampung wisata adat Bandung tersebut kamu dijamin bakal terpesona dengan keindahan pesona pemandangan yang ditawarkan Batu Cadas Gantung yang berada di sana, dijamin kamu bakal puas setelah mengunjunginya. Keunikan lainnya yang menjadi daya tarik bagi para pengunjung adalah konsumsi kebutuhan pokok warganya yang berupa Warganya Mengikuti Perkembangan ZamanWalau warga Kampung Adat Cireundeu Cimahi masih memegang teguh warisan leluhur mereka, namun mereka tetap mengikuti perkembangan zaman dan teknologi lho. Terlihat dari pemakaian berbagai peralatan teknologi yang tidak jauh berbeda dengan warga itu kawasan tersebut juga bukan tipe perkampungan bernuansa tradisional layaknya perkampungan biasa. Kamu bakal melihat suasana yang termasuk modern di sana, dengan berbagai bangunan permanen di sekitarnya disertai juga dengan ruas jalan yang Dua Mata Air Sakral di Kampung Adat CireundeuWarga Adat kampung wisata tersebut memenuhi kebutuhan air mereka dari mata air lereng Gunung Gajah Langu yang diberi nama mata air Caringin. Sementara mata air lainnya yang juga sangat diandalkan warga sekitar adalah mata air Nyi Mas Ende yang sangat dijaga kesucian dan tidak memperbolehkan wanita yang sedang haid mendekati lokasi mata air tersebut. Hal tersebut dikarenakan lokasi tersebut dianggap sebagai sesuatu yang sangat dihormati atau Dianggap Sebagai Air SuciKedua mata air yang berada dalam Wilayah Kabuyutan atau Larangan tersebut bukan cuma dipakai warga sekitar, namun juga umat Hindu di kawasan Cimahi maupun Bandung. Karena dianggap mata air yang suci, pancuran air Nyi Mas Ende dipakai sebagai tempat pelaksana penyucian diri membersihkan diri dari berbagai hal negatif setiap perayaan Kampung Adat Cireundeu sebagai wisata Bandung terbukti dengan diraihnya penghargaan Ikon Apresiasi Pancasila dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP di tahun 2019.
Makadari itu kampung ini di sebut Kampung Cireundeu. Kampung Adat Cireundeu terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Terdiri dari 50 kepala keluarga atau 800 jiwa, yang sebagia besar bermata pencaharian bertani ketela. Kampung Adat Cireundeu sendiri memiliki luas 64 ha terdiri dari 60 ha untuk pertanian dan 4 ha untuk pemukiman.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Untuk asal nama Cirendeu sendiri, di Jawa Barat banyak daerah yang namanya diawali dengan "Ci", diambil dari "air". Dan "rendeu" nya karena ada pohon besar yang bernama Pohon Rendeu dan jadilah diberi nama Cirendeu. Pohon memang harus dilestarikan, di kampung tersebut ada hutanDi kampung adat Cirendeu sendiri masih memegang kuat adat istiadat Sunda, diajarkan aksara Sunda, memakai Bahasa Sunda untuk sehari-hari, dsb. Di kampung adat Cirendeu, untuk sekolah sendiri mereka tidak diajarkan oleh orang tua yang ada di sana melainkan remaja-remaja yang ada di sana dan juga banyak kampus dalam maupun luar negeri yang membantu mengajar di prinsip atau adat istiadat yang turun temurun masih dilakukan sampai sekarang yaitu makanan pokok dari masyarakat kampung adat Cirendeu bukanlah nasi melainkan singkong. Kebiasaan tersebut sudah ada dari tahun 1918. Sejarahnya bisa mengganti nasi menjadi singkong bisa dikaitkan dengan penjajahan dan bisa juga dikaitkan dengan sebuah tuntunan. Namun masyarakat di sana lebih melihatnya sebagai tuntunan, bahwa masyarakat Indonesia kalau bisa jangan bergantung dengan yang namanya nasi. Kalau kita bergantung dengan nasi, kita harus melihat alamnya, apakah lahan pertaniannya masih utuh? Di kota saja sudah hampir tidak kelihatan sawah. Dan sedangkan kita normalnya makan sehari tiga kali, apalagi dengan mindset orang Indonesia yang "belum makan nasi berarti belum makan".Di tahun 1918 itu, sesepuh di sana menyuruh untuk mencari pengganti nasi. Karena para penjajah itu pintar, dimana mereka tidak membunuh warga negara Indonesia namun mengambil hasil pangan, hasil pertaniannya agar warga negara Indonesia lemah. Di 1918 belum ditemukan singkong, baru mencoba umbi-umbian yang lain sekitar tahun 1924 baru ditemukan singkong. Untuk peralatan yang diperlukan untuk mengolah singkong dan lain-lainnya masih tradisional, bukan karena pemerintah tidak membantu tetapi karena di sana merupakan pegunungan jadi susah. Contohnya seperti membuat nasi singkong, kan tidak bisa memakai magic jar, jadi memang harus memakai alat tradisional. Ibu-ibu di kampung adat Cirendeu bisa mengolah singkong menjadi macam-macam makanan, tidak hanya singkong biasa saja. Mereka membuat nasi dari singkong, tepung dari singkong,d dan masih banyak lagi olahan lainnya berbahan dasar aturan dalam upacara pernikahan di sana, dan di sana juga tidak boleh bercerai, laki-laki juga tidak boleh memiliki istri lebih dari satu. Untuk yang tidak boleh bercerai, apabila ada masalah dalam suatu rumah tangga, dilihat dulu apa masalahnya, apakah bisa diselesaikan atau itu dia beberapa adat istiadat yang ada di Kampung Adat Cirendeu, agar dapat mengetahui lebih dalam seperti bagaimana mereka sekolah, bagaimana mereka mengolah makanannya serta upacara-upacara ritual di sana boleh kalau ada waktu pergi ke sana ya! Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Wargaadat Adat Karuhun Urang (Akur) Sunda Wiwitan Kampung Cireundeu memperlihatkan kutipan Akta Perkimpoiannya yang dicatatkan dengan identitas organisasi penghayat Aji Dipa saat ditemui di Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat, Sabtu 14 November 2020.

Berada di daerah Leuwigajah, Kampung Adat Cireundeu merupakan salah satu kampung wisata tradisional di Bandung. Keberadaan berbagai kampung wisata tersebut mampu menghadirkan budaya serta seni lokal tradisional khas Sunda. Wisata yang kian populer serta banyak dikunjungi peminatnya tersebut bisa kamu temukan di beberapa daerah di Bandung. Sebut saja Kampung Adat Cikondang, Kampung Kreatif Dago Pojok, Ekowisata Bambu Cipaku dan lainnya. Sementara Kampung Adat Cireundeu dalam bahasa Sunda sendiri berasal dari nama pohon reundeu yang dulu banyak ditemukan dalam kampung adat tersebut. Daya Tarik Kampung Adat Cireundeu1. Dijadikan Sebagai Hutan Pertanian2. Sebagai Sumber Air Alami3. Hanya Orang Tertentu yang Bisa Masuk Hutan LaranganPesona Keunikan Kampung Adat Cireundeu1. Warganya Mengikuti Perkembangan Zaman2. Dua Mata Air Sakral di Kampung Adat Cireundeu3. Dianggap Sebagai Air SuciLokasi dan Harga Tiket Masuk ke Kampung Adat Cireundeu Daya Tarik Kampung Adat Cireundeu Sebagai salah satu kampung wisata di Bandung, daya tarik utama Kampung Adat Cireundeu terletak pada Hutan Larangan dan Hutan Tutupan yang sekaligus menjadi kawasan hutan lindung. Warga adat Cireundeu yang terdiri dari 70 kepala keluarga sangatlah menjaga Hutan Larangan atau hutan sakral seluas 30 hektar tersebut, antara lain dengan tidak mengganggu ataupun merusak kelestariannya. 1. Dijadikan Sebagai Hutan Pertanian Sementara kedua hutan lain yang ada dalam kawasan Kampung Adat Cireundeu, yaitu Leuweung Tutupan merupakan hutan reboisasi yang pepohonannya boleh dipakai namun mesti ditanam pohon pengganti dan Leuweung Baladahan merupakan hutan pertanian yang dipakai buat berkebun oleh warga setempat. 2. Sebagai Sumber Air Alami Warisan tata wilayah sakral Hutan Larangan, Hutan Tutupan serta Babadahan dari leluhur mereka anggap sebagai konsep ideal guna menjaga keseimbangan alam yang wajib dijaga. Warga tidak pernah ikut campur dalam pengelolaan Hutan Larangan atau biasa disebut gentong bumi tempat menyimpan air oleh orang Sunda. Mereka membiarkan apa yang tumbuh di dalam hutan terus bertumbuh, dengan begitu air tidak bakal berlebih saat musim hujan ataupun kekurangan air saat musim kemarau. 3. Hanya Orang Tertentu yang Bisa Masuk Hutan Larangan Tidak seorangpun diizinkan masuk ke dalam Hutan Larangan, kecuali apabila kondisi habitatnya mengalami kerusakan. Itupun cuma terbatas sesepuh atau orang yang dituakan yang boleh masuk dengan syarat puasa mutih. Mereka akan melihat tanaman pengganti mana yang bisa ditanam menggantikan tanaman yang rusak. Upacara netepkeun kawilayahan sendiri terakhir dilakukan saat terjadi pembalakan liar tahun 2008 silam yang mengakibatkan kerusakan pada Hutan Larangan. Pesona Keunikan Kampung Adat Cireundeu Saat mengunjungi kampung wisata adat Bandung tersebut kamu dijamin bakal terpesona dengan keindahan pesona pemandangan yang ditawarkan Batu Cadas Gantung yang berada di sana, dijamin kamu bakal puas setelah mengunjunginya. Keunikan lainnya yang menjadi daya tarik bagi para pengunjung adalah konsumsi kebutuhan pokok warganya yang berupa singkong. 1. Warganya Mengikuti Perkembangan Zaman Walau warga Kampung Adat Cireundeu Cimahi masih memegang teguh warisan leluhur mereka, namun mereka tetap mengikuti perkembangan zaman dan teknologi lho. Terlihat dari pemakaian berbagai peralatan teknologi yang tidak jauh berbeda dengan warga perkotaan. Selain itu kawasan tersebut juga bukan tipe perkampungan bernuansa tradisional layaknya perkampungan biasa. Kamu bakal melihat suasana yang termasuk modern di sana, dengan berbagai bangunan permanen di sekitarnya disertai juga dengan ruas jalan yang disemen. 2. Dua Mata Air Sakral di Kampung Adat Cireundeu Warga Adat kampung wisata tersebut memenuhi kebutuhan air mereka dari mata air lereng Gunung Gajah Langu yang diberi nama mata air Caringin. Sementara mata air lainnya yang juga sangat diandalkan warga sekitar adalah mata air Nyi Mas Ende yang sangat dijaga kesucian dan kesakralannya. Mereka tidak memperbolehkan wanita yang sedang haid mendekati lokasi mata air tersebut. Hal tersebut dikarenakan lokasi tersebut dianggap sebagai sesuatu yang sangat dihormati atau kabuyutan. 3. Dianggap Sebagai Air Suci Kedua mata air yang berada dalam Wilayah Kabuyutan atau Larangan tersebut bukan cuma dipakai warga sekitar, namun juga umat Hindu di kawasan Cimahi maupun Bandung. Karena dianggap mata air yang suci, pancuran air Nyi Mas Ende dipakai sebagai tempat pelaksana penyucian diri membersihkan diri dari berbagai hal negatif setiap perayaan Melasti. Kesuksesan Kampung Adat Cireundeu sebagai wisata Bandung terbukti dengan diraihnya penghargaan Ikon Apresiasi Pancasila dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila atau BPIP di tahun 2019. Lokasi dan Harga Tiket Masuk ke Kampung Adat Cireundeu Kamu bisa temukan Kampung Adat Cireundeu di Leuwigajah, Cimahi Selatan, Cimahi, Jawa Barat 40532. Masih bingung? Slahkan buka Google Maps saja ya. Sedangkan untuk harga tiket masuknya. Kamu tidak dikenakan biaya tiket sepeserpun lho buat masuk ke Kampung Adat Cireundeu alias gratis. Walaupun gratis, kamu tetap harus menjaga kebersihan lingkungan kampung adat ini ya, seperti tidak membuang sampah sembarangan misalnya.

KampungCireundeu merupakan destinasi wisata budaya yang ada di Kota Cimahi.Kampung adat ini diperkirakan ada sejak tahun 1600-1700 M. Ditandai pada masa penjajahan Belanda, dulunya kota Cimahi dijadikan garnisun (tanggul pertahanan).. Sama dengan permukiman di sekitarnya, rumah penduduk di kampung Cireundeu dibangun modern. Namun, jika ditelisik lebih jauh, pengunjung akan mendapati rumah

đź”– Rekomendasi Restoran Keluarga dan Rombongan Wisatawan di Gunungkidul, Yogyakarta SalSari Resto & Coffee Skip to content Paket WisataRental MobilSewa Bus PariwisataSewa MotorKontakTravel Blog Kampung Adat Cireundeu Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya serta alamnya. Ada banyak tempat wisata di Indonesia yang terkenal dan menarik perhatian para wisatawan. Salah satunya adalah wisata budaya seperti yang ada di Kampung Adat Cireundeu. Kampung adat ini menawarkan banyak sekali hal menarik. Mulai dari kesenian, sejarah, asal-usul, makanan khas, dan bahkan adat setempat. Selain itu, kampung adat ini masih sangat asri dan asli. Sekilas Tentang Kampung Adat Cireundeu Kampung Adat Cireundeu adalah salah satu tempat wisata Jawa Barat murah meriah yang menawarkan wisata budaya, terutama adat Sunda. Meskipun merupakan kampung adat, tempat yang satu ini memiliki keunikan. Keunikan yang paling menonjol adalah adanya keterbukaan yang mana warga kampung adat ini tetap menerima perkembangan zaman. Contoh nyatanya adalah sudah adanya fasilitas listrik, bangunan rumah yang semi-modern, dll. Meski demikian, untuk urusan adat dan budaya, mereka masih melestarikannya secara turun-temurun. Kemudian terkait dengan asal usul atau sejarah Kampung Adat Cireundeu yang cukup menarik. Nama kampung ini sendiri terinspirasi dari Pohon Reundeu. Sedangkan kepercayaan yang dianut oleh warga lokal di sini adalah Sunda Wiwitan. Inti ajarannya adalah hidup harmoni bersama alam dan Tuhan. Lokasi Kampung Adat Cireundeu Lokasi Kampung Adat Cireundeu berada di Leuwigajah, Cimahi Selatan, Bandung, Jawa Barat. Aksesnya mudah dan memadai, jadi bisa dilalui kendaraan roda dua dan roda empat. Sayangnya lokasi ini belum bisa dilewati angkutan umum. Oleh karena itu, Anda sebaiknya gunakan kendaraan pribadi. Bagi wisatawan dari luar kota, seperti Kota Bandung, bisa manfaatkan jasa sewa mobil di Salsa Wisata. Tersedia beragam pilihan paket sewa dengan tipe armada yang berbeda. Mulai dari tipe mobil keluarga hingga tipe kendaraan berkapasitas besar. Tersedia juga paket sewa mobil mewah Bandung seperti Alphard untuk acara spesial. Rute yang dapat Anda pilih adalah Jalan Tol Pasteur dengan waktu tempuh 32 menit saja dari Kota Bandung. Untuk detail jalurnya, silahkan bisa akses Google Maps di smartphone Anda. Jam Buka Kampung Adat Cireundeu Warga kampung adat di sini menerima kunjungan dari para wisatawan kapan saja. Dengan kata lain, jam buka Kampung Adat Cireundeu ini 24 jam. Akan tetapi, bagi Anda yang baru pertama kali datang ke sini sebaiknya datang pada pagi hari agar bisa lebih puas berkeliling di kampung adat ini. Harga Tiket Masuk Kampung Adat Cireundeu Sebagian besar orang mengira bahwa untuk berwisata di kampung adat ini membutuhkan biaya yang mahal. Faktanya, Anda bisa dengan gratis berwisata ke tempat yang satu ini. Akan tetapi, Anda mungkin harus mengeluarkan biaya tambahan jika ingin menginap di sini. Anda dapat menginap di rumah-rumah warga yang memang dipersiapkan untuk tamu atau wisatawan. Budget lainnya yang mungkin Anda perlu siapkan adalah budget khusus untuk kulineran dan belanja souvenir asli buatan warga sini. Bukan rahasia lagi bahwa makanan khas Jawa Barat yang terbuat dari singkong yang ada di sini benar-benar asli buatan warga Sunda. Daya Tarik Wisata Kampung Adat Cireundeu Ada banyak alasan mengapa banyak wisatawan yang tertarik untuk berkunjung ke kampung adat ini. Ya memang benar, ada banyak hal menarik yang bisa Anda temui di sini. Diantaranya budaya dan Bahasa Sunda, makanan khas Sunda dari singkong, sejarah atau asal usul, kesenian, dan masih banyak lainnya. Semua kami rangkum dalam ulasan di bawah ini. Belajar Budaya Sunda Daya tarik wisata pertama yang bisa Anda temukan di kampung adat ini adalah adanya Budaya Sunda yang kental. Di sini, Anda bisa belajar tentang berbagai tradisi kesenian, misalnya saja seni musik Angklung, Gondang, dan Karinding. Menariknya, di tempat ini juga seringkali ada pagelaran seni. Masyarakat di sini biasanya akan menggelar pertunjukan kesenian tradisional tersebut pada peringatan 1 Syuro. Selain itu, Budaya Sunda yang kental juga bisa Anda lihat dari masyarakatnya. Warga yang menghuni kampung adat ini taat betul dengan nilai-nilai adat, seperti sopan santun, berharmoni dengan alam, dan menjaga tradisi para leluhur. Kuliner Khas Ada yang menarik dari kuliner di kampung ini, yakni makanan pokok di sini terbuat dari singkong. Tidak ada beras dan olahan beras lainnya di sini. Hal inilah yang membuat warga lokal di sini sangat unik. Berbagai olahan singkong bisa Anda jumpai dengan mudah. Ada yang berupa olahan makanan pokok dan ada juga yang berupa jajanan tradisional. Anda, para wisatawan, juga boleh membelinya sebagai oleh-oleh jajanan khas Jawa Barat yang mudah dibuat. Menikmati Alam Pertanian Kampung adat ini terletak di kawasan hutan lindung. Oleh karena itu, alam yang ada di sekitar kampung ini juga terjaga dengan baik. Salah satu kawasan yang ada di sini, yakni Leuweung Tutupan, adalah hutan reboisasi. Masyarakat boleh menggunakan kayu dari pepohonan tersebut, tetapi harus menanam pohon pengganti agar alamnya tetap lestari. Sementara itu, ada pula kawasan yang bernama Leuweung Baladahan yang merupakan hutan pertanian. Masyarakat di kampung adat tersebut menggunakan kawasan yang satu ini sebagai lahan perkebunan. Hasil panen dari perkebunan tersebut kemudian mereka manfaatkan sebagai persediaan makanan untuk berbulan-bulan ke depan. Mata Air Sakral Tidak hanya menikmati alam yang indah, di sini Anda juga akan menemukan adanya situs sakral layaknya situs sakral di Pegunungan Kendeng, Watu Payung. Situs sakral yang ada di sini berupa dua mata air. Kedua mata air tersebut adalah Mata Air Caringin dan Mata Air Nyi Mas Ende. Masyarakat di kampung ini menggunakan Mata Air Caringin sebagai sumber air utama mereka. Mata air yang satu ini mengalir dari lereng Gunung Gajah Langu. Sementara itu, Mata Air Nyi Mas Ende merupakan mata air yang terkenal kesucian dan kesakralannya. Karena alasan itulah, warga kampung adat ini bahkan tidak memperbolehkan wanita yang sedang menstruasi untuk mendekati mata air tersebut. Hutan Larangan Di kampung adat ini juga ada kawasan lain yang bernama Leuweung Larangan atau Hutan Larangan. Memiliki nama demikian karena warga maupun wisatawan tidak boleh sembarangan masuk ke hutan tersebut. Biasanya, hanya sesepuh atau orang yang dituakan yang boleh masuk ke kawasan tersebut. Mereka pun hanya boleh masuk untuk mengganti tanaman yang rusak setelah melakukan ritual puasa mutih. Fasilitas di Kampung Adat Cireundeu Karena masyarakatnya sangat terbuka dengan peradaban modern, fasilitas umum yang tersedia untuk wisatawan di kampung adat ini terbilang cukup lengkap. Beberapa di antaranya adalah area parkir kendaraan masjid toilet umum homestay pusat pentas seni pusat souvenir dan oleh-oleh Itulah tadi informasi singkat mengenai kampung adat di Cimahi ini. Sebenarnya masih banyak tempat wisata lain yang layak untuk Anda kunjungi di sekitar Bandung. Untuk mempermudah perjalanan Anda, Anda bisa memesan paket wisata di Salsa Wisata yang tarifnya lebih murah namun fasilitas dan pelayanannya terjamin yang terbaik. Liburan di Kampung Adat Cireundeu pun akan semakin menyenangkan. Related PostsBagikan Artikel Ini Ke Pos-pos Terbaru Pantai Sanglen Air Terjun Tanggedu Green Village Gedangsari Tempat Nongkrong di Malang Gua Maria Pohsarang Pantai Legon Pari Jinjit Cafe History of Java Museum Page load link

PewarisanBudaya Sunda Wiwitan di Kampung Adat Cireundeu". Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pewarisan budaya yang telah terjadi sejak dahulu tentang Sunda Wiwitan yang sangat kental di Kampung Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Tujuan tersebut dibagi menjadi tiga
Sunda Begitu juga dengan kampung adat Cireundeu Bahan makanan pokok warga masyarakat kampung Cireundeu adalah singkong. Sedangkan bahan makanan pokok kampung adat lainnya adalah beras. Di Jawa Barat, kampung adat terdapat di beberapa daerah. Misalnya Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya, Kampung Pulo dan Kampung Dukuh di Kabupatén Garut, Kampung Kuta di Kabupaten Ciamis, Kampung Cireundeu di Kota Cimahi, Kampung Kasepuhan Cipta gelar di Kabupaten Sukabumi, Kampung Mahmud, Kampung Cikondang, dan Kampung Arjasari di Kabupatén Bandung. Soal Latihan ! 1. Kampung Naga téh perenahna di… Kabupatén Tasikmalaya. a. Kacamatan Salawu b. Kacamatan Singaparna c. Kacamatan Cilawu d. Kacamatan Néglasari 2. Kampung Naga disebut kampung adat lantaran. . . a. mindeng ngalaksanakeun upacara adat b. jadi salasahiji obyék wisata adat c. wargana masih ngukuhan adat karuhun d. imahna mangrupa imah panggung 3. Wawangunanana umumna mangrupa suhunan. . . a. jogo anjing b. julang ngapak c. badak heuay d. parahu kumureb 4. Hateup imahna teu meunang tina. . . a. Injuk b. eurih c. Kiray d. Kenténg 5. Di Kampung Naga mah teu mainarng aya ra a. panggung b. témbok c. bilik d. papan 6. Panto imahna teu meunang aya anu a. pahareup-hareup jeung imalh tatangga+ b. pahareup-hareup dina saimah c. pahareup-hareup jeung wangunan sejen d. pahareup-hareup jeung bumi ageung 7. Nurutkeun kapercayaan masarakatrna, panto hareup aru pahareup-hareup jeung panto dapur ngalantarankeun a. rejeki anu asup ka imah kaluar deui b. semah anu asup ka imah babari kaluar c. rejeki anu asup ka imah teu bisa kaluar d. rejeki anu kaluar ti imah teu bisa asup deui 8. Pipinding dapur kudu ku anyaman carang, maksudna sangkan a. katalingakeun ku tatangga mun keur masak b. katalingakeun ku tatangga mun dapurna teu ngebul c. bisa katémbong ku tatangga mun masak nu ngareunah d. bisa katémbong ku nu séjén kaayaan di dapurna 9. Kasenian anu meunang ditanggap di Kampung Naga, iwal a. Terbang b. wayang golék c. beluk d. rengkong 10. Poé Salasa, Rebo, jeung Saptu urang Kampung Naga teu meunang a. nyaritakeun sajarah lemburna jeung karuhunna b. nyaritakeun sajarah jeung karuhun lembur séjén c. nyaritakeun kaayaan jeung kahirupan lemburna d. nyaritakeun kaayaan jeung kahirupan lembur séjén Indonesia Sama halnya dengan desa adat Cireundeu, makanan pokok masyarakat desa Cireundeu adalah singkong. Sedangkan makanan pokok desa adat lainnya adalah nasi. Di Jawa Barat, desa adat terdapat di beberapa kabupaten. Misalnya Desa Naga di Kabupaten Tasikmalaya, Desa Pulo dan Desa Dusun di Kabupaten Garut, Desa Kuta di Kabupaten Ciamis, Desa Cireundeu di Kota Cimahi, Desa Kasepuhan Cipta Gelar di Kabupaten Sukabumi, Desa Mahmud, Desa Cikondang, dan Desa Arjasari di Kabupaten Bandung. . Pertanyaan Pelatihan! 1. Kampung Naga terletak di… Kabupaten Tasikmalaya. A. Kecamatan Salawu B. Distrik Singapura C. Kecamatan Cilawu D. Kacamatan Neglasari 2. Kampung Naga disebut kampung adat karena. . . A. sering melakukan upacara adat B. menjadi salah satu tempat wisata adat C. warga masih mempertahankan adat istiadat leluhur D. rumahnya rumah panggung 3. Struktur umumnya merupakan setting. . . A. permainan anjing B. julang ngapak C. badak D. parahu kumurebo 4. Atap rumahnya tidak dari. . . A. Poughkeepsie B. eurih C. Kiray D. Kastil 5. Di Kampung Naga, saya tidak bermain disana A. panggung B. dinding C. Properti D. PAPAN 6. Pintu rumahnya tidak sampai ke sana A. masa depan dan tetangga imalh+ B. masa depan dalam rumah tangga C. masa depan dan bangunan lainnya D. masa depan dan bumi yang besar kepercayaan masyarakat, pintu depan aru depan-depan dan pintu dapur menyampaikan A. Keberuntungan ada di rumah lagi B. Tamu yang masuk rumah tongkang keluar C. Rezeki yang masuk ke rumah tidak bisa keluar D. Rejeki sudah keluar rumah dan tidak bisa dimasuki lagi 8. Tirai dapur harus dengan anyaman kacang, artinya A. diperhatikan oleh tetangga untuk memasak B. diperingatkan oleh tetangga ke dapur untuk tidak meniup C. dapat dilihat oleh tetangga untuk memasak kenyamanan D. dapat dilihat oleh keadaan lain di dapur 9. Seni yang diterima di Desa Naga, kecuali A. terbang B. wayang golek C. keluar D. cakar 10. Desa Naga Selasa, Rabu, dan Sabtu tidak menang A. menceritakan sejarah leluhur dan leluhurnya B. menceritakan sejarah dan nenek moyang lembur lainnya C. menceritakan situasi dan kehidupan almarhum D. menceritakan situasi dan kehidupan lembur lainnya
KampungAdat Cireundeu menyajikan sebuah pesona yang inspiratif, dan edukatif, di Kota Cimahi, provinsi Jawa Barat. Sebuah kampung adat yang masih lestari memegang teguh tradisi para leluhur, di tengah derasnya kemajuan jaman. Kampung Adat Cireundeu lokasinya berada di sebuah lembah yang dikelilingi oleh tiga gunung, di antaranya: Gunung
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kampung Adat Cireundeu, bukan merupakan nama kampung adat yang asing lagi di telinga sebagian besar masyarakat Indonesia. Kampung ini berada di kelurahan Leuwigajah, kecamatan Cimahi Selatan, kota Cimahi, provinsi Jawa Barat, tepat letak kampung adat Cireundeu ini berada di sebuah lembah yang diapit Gunung Kunci, Gunung Cimenteng, dan Gunung Gajahlangu. Seperti namanya asal-usul penamaan kampung adat Cireundeu diambil dari kata “ci” yang dalam bahasa sunda berarti cai atau dalam bahasa indonesia yang berarti air, dan “reundeu” yang merupakan nama sebuah pohon. Sehingga nama Cireundeu ini diambil karena wilayah nya yang memiliki banyak pohon reundeu. Kampung adat Cireundeu merupakan kampung adat yang memiliki masyarakat yang cerdas dalam mengelola kehidupan sehari-harinya, prinsip-prinsip kehidupan yang dipegang oleh masyarakat kampung Cireundeu dari masa ke masa tidak menjadi penghalang zaman, melainkan memberikan dampak positif dalam pola kehidupan. Dari segi bahasa keseharian masyarakat baik orang tua, maupun anak-anak dalam komunikasi menggunakan bahasa sunda sebagai bentuk menjaga satu hal yang menjadikan kampung adat Cireundeu dikenal oleh banyak masyarakat umum karena makanan pokok utama warga sekitar kampung Cireundeu bukan merupakan beras atau nasi, melainkan makanan pokok utamanya yaitu singkong. Bukan tanpa alasan singkong menjadi makanan utama warga kampung adat Cireundeu, hal ini tentu berkaitan dengan beberapa faktor seperti sejarah pada masa penjajahan dan letak geografis kampung Cireundeu. Terdapat salah satu kalimat yang menjadi gambaran singkong sebagai makanan pokok utama kampung adat Cireundeu. “Teu Boga Sawah Asal Boga Pare, Teu Boga Pare Asal Boga Beas, Teu Boga Beas Asal Bisa Nyangu, Teu Nyangu Asal Dahar, Teu Dahar Asal Kuat.” Tidak Punya Sawah Asal Punya Beras, Tidak Punya Beras Asal Dapat Menanak Nasi, Tidak Punya Nasi Asal Makan, Tidak Makan Asal Kuat. Melihat dari bagaimana masyarakatnya yang disiplin menjaga budaya serta alamnya dalam hal ini masyarakat Cireundeu dapat dikatakan mandiri dalam kehidupan pangan sehari-hari, karena masyarakat kampung Cireundeu biasa mengonsumsi apa yang mereka tanam. Persoalan tata ruang di kampung Cireundeu sudah menjadi hal yang sangat di pentingkan dan bukan menjadi hal yang aneh bahkan tabu lagi dalam masyarakat, sebab perhatian tersebut merupakan bentuk penjagaan alam sekitar. Dalam proses keseharian tanam-menanam tumbuhan seperti singkong salah satunya, tidak dilakukan di sembarang tempat terdapat lahan khusus dalam menanamnya, lahan tersebut yakni Hutan Baladahan sebagai hutan garapan, atau hutan yang diperuntukan menanam atau berkebun. Karena kampung Cireundeu memiliki 3 hutan selain hutan baladahan, hutan lainnya yang terdapat di kampung Cireundeu yakni hutan larangan dan hutan tutupan, alasan tidak semuanya dijadikan hutan garapan yakni guna menghindari pengikisan tanah, longsor, dan banjir, serta untuk menjaga sumber air, oksigen yang bersih, dan keutuhan alam yang dibutuhkan mahluk hidup untuk kehidupan. Oleh karenanya terdapat aturan-aturan tertentu ketika memasuki suatu hutan tersebut, salah satunya yakni menanggalkan alas kaki ketika memasuki hutan. Masyarakat kampung Cireundeu bukanlah masyarakat yang tertutup akan perkembangan zaman, hal ini tergambar dalam prinsip yang dipegang oleh masyarakat Cireundeu yakni “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman” yang berarti “Ngindung Ka Waktu” yakni tetap warga kampung adat menjaga budaya dan adat istiadat leluhur , dan “Mibapa Ka Jaman” yang berarti tidak melawan zaman atau tetap mengikuti perkembangan zaman. Masyarakat kampung Cireundeu bahkan sangat peduli akan pendidikan anak-anak, hal ini terlihat dari adanya Sekolah Dasar yang berada di dalam wilayah kampung Cireundeu, bukan hanya itu terdapat pula bentuk sekolah kecil, bahkan di dalamnya terdapat layanan wifi gratis yang diberi oleh Diskominfo Jabar. Sekolah ini di fasilitasi untuk anak-anak kampung Cireundeu dalam mempelajari aksara sunda juga kesenian daerah, yang biasanya dilakukan tiap 1 minggu sekali yakni di hari minggu. Hal ini dilakukan guna menjaga kebudayaan dengan praktik secara langsung agar budaya tersebut tidak hanya dikenal dalam bentuk teori. Tidak hanya itu banyak pula anak-anak dari kampung Cireundeu yang sudah menjadi sarjana dan bekerja diluar kampung Cireundeu. Salah satu nasihat yang diberikan oleh orang tua kampung Cireundeu pada anaknya yakni salah satunya “kembali ke rumah harus dekat dengan alam”. Solidaritas antar masyarakat kampung Cireundeu sangat terasa mulai dari hal kecil seperti anak-anak yang masih banyak memainkan permainan tradisional bersama tanpa gangguan teknologi ditengahnya. Kemudian terlihat pula dalam suatu upacara adat yang akan dilakukan, dimana seluruh elemen masyarakat ikut membantu dalam prosesnya, bahkan menurut salah satu sesepuh kampung adat Cireundeu salah satu yang membuat kampung Cireundeu diberi penghargaan terkait dengan toleransi umat beragama yakni semangat gotong royong masyarakat yang tidak terhalangi oleh perbedaan ajaran ataupun agama. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya 84Pamekar Diajar BASA SUNDA Pikeun Murid SMASMKMAMAK Kelas XI I eu di handap aya wacana nu eusina medar ngeunaan hiji wewengkon nu ngaranna Kampung Cireundeu. Ieu wewengkon katelahna kampung adat, sabab pola kahi Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Cireundeu merupakan nama kampung adat yang terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan. Nama Cireundeu diambil dari kata 'ci' yang artinya air dan 'reundeu' yang berarti "Pohon Reundeu", hal ini dikarenakan sebelumnya terjadi banyak sekali populasi pohon reundeu dikawasan ini dan dikatakan pula dengan menitipkan sumber air serta pepohonannya dikawasan tersebut. Oleh sebab itu kampung ini dinamakan Kampung Cireundeu. Dokpri Bahasa yang digunakan di kampung ini ialah dengan menggunakan bahasa sunda. Aksara yang masih dipelajari, ialah aksara sunda yang diambil dari Hanacaraka Datasawala. Guru yang mengajar dikampung ini tidak bisa menggunakan aksara, oleh karena itu setiap hari minggu pemuda adat yang berada di desa ini memberikan pemahaman serta mengajarkan tentang aksara sunda kepada anak-anak di desa ini. Adapun bebagai pepatah bahasa sunda yang menjadi suatu moral kehidupan di desa cireundeu. Bekal kehidupan dalam konsep adat terdapat "Tritangtu", yang dimana 'tri' memiliki arti tilu dalam bahasa sunda atau tiga dalam arti Bahasa Indonesia dan 'tangtu' memiliki arti pasti atau tentu. Pengertian ini merupakan terdiri dari tekat, ucap, lampah. Dalam bahasa ini mencakup segala bekal kehidupan ataupun memiliki arti lain seperti suatu bentuk pola berpikir masyarakat tradisional sunda. Dalam kalimat ini juga memiki suatu ketentuan yang pasti. Tritangtu dijadikan suatu falsafah kehidupan oleh Masyarakat tradisional sunda. Dokpri Masyarakat adat Cireundeu dikenal begitu taat dengan segala kepercayaan, kebudayaan, dan adat istiadatnya. Masyarakat adat ini mempunyai suatu tonggak hidup seperti dalam kalimat, "Ngindung ka kaktu, Mibapa ka jaman". "Ngindung ka waktu" mempunyai pengertian bahwa masyarakat adat Cireundeu tanda, cara, serta keyakinannya masing-masing. Sementara itu, "Mibapa ka jaman" mempunyai pengertian bahwa masyarakat desa Cireundeu tidak menolak dengan adanya perubahan zaman, mereka tentu akan mengikuti berbagai satu kalimat yang sangat terkenal dari kampung Cireundeu ialah, "Teu boga sawah asal boga pare, teu boga pare asal boga beas, teu boga beas asal bisa nyangu, teu nyangu asal dahar, teu dahar asal kuat." Dalam kalimat ini memiliki arti, tidak ada sawah asal ada beras, tidak ada beras asal dapat menanak nasi, tidak ada nasi asal makan, tidak makan asal kuat." Kalimat ini memiliki makna bahwa yang memberi kekuatan itu tidak hanya dari beras. Makna 'Kuat' disini bukan berarti tidak makan tetap kuat, tetapi tetap makan walaupun hanya mengkonsumsi umbi-umbian saja tetap dapat menghasilkan energi atau kekuatan dalam makna bahasa lainnya seperti, "Mangut Ka Ratu Raja Raranggeuyan" yang memiliki arti taat kepada pemerintahan. Dari mulai presiden, gubernur, walikota, dan sebagainya. Masyarakat adat Cireundeu ini pun selalu taat untuk membayar pajak. Mereka selalu menghormati pemimpinnya. Dokpri Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya .
  • e73ib86ynl.pages.dev/844
  • e73ib86ynl.pages.dev/262
  • e73ib86ynl.pages.dev/718
  • e73ib86ynl.pages.dev/75
  • e73ib86ynl.pages.dev/7
  • e73ib86ynl.pages.dev/875
  • e73ib86ynl.pages.dev/819
  • e73ib86ynl.pages.dev/967
  • e73ib86ynl.pages.dev/558
  • e73ib86ynl.pages.dev/935
  • e73ib86ynl.pages.dev/204
  • e73ib86ynl.pages.dev/965
  • e73ib86ynl.pages.dev/380
  • e73ib86ynl.pages.dev/841
  • e73ib86ynl.pages.dev/540
  • kampung adat cireundeu bahasa sunda